Suara.com - Jimly Asshiddiqie, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) sekaligus Pakar Hukum Tata Negara angkat bicara mengenai pengesahan RKUHP menjadi Undang-Undang.
Jimly membandingkan dengan upaya perubahan KUHP yang selama ini menggunakan versi bikinan Belanda sejak puluhan tahun silam.
“Masa sejak diusulkan, diubah pada 1963, sampai hari ini sudah abad ke 21, KUHP bikinan Belanda tidak berhasil digantikan oleh Bangsa Indonesia yang merdeka. Itu bikin malu,” kata Jimly Asshiddiqie dalam keterangan di Jakarta Senin.
Karena itu, Jimly berharap masyarakat menerima pengesahan RKUHP. Dia pun mendukung pengesahan RKUHP menjadi undang-undang.
Baca Juga: UU KUHP Sah! Denise Chariesta Siap Masuk Penjara bareng RD dan AD, Kok Bisa?
Di sisi lain, ia juga tidak melarang masyarakat tetap kritis. Namun, penyampaiannya menurut Jimly bisa melalui gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
“Terima saja dulu sambil kritisisme jangan berhenti. Kalau ada pasal-pasal tidak adil, ya diajukan saja kepada Mahkamah Konstitusi,” ucap Jimly.
Pengamat Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Dedeng Zawawi mengatakan mekanisme untuk memperbaiki KUHP adalah melalui uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia berharap MK sebagai lembaga tinggi objektif untuk memberi jalan tengah bagi pro kontra KUHP.
Menurutnya masih ada waktu selama tiga tahun sebelum diberlakukan bagi pemerintah untuk memaksimalkan sosialisasi KUHP.
Pemerintah harus menjadikan momentum itu kata dia untuk memberikan sosialisasi ke semua kalangan, tidak hanya lingkup perguruan tinggi. Hal itu agar semua masyarakat bisa memahami maksud dan tujuan KUHP yang baru.
Baca Juga: PBB Surati Indonesia soal RKUHP, Wamenkumham: Sudah Sangat Telat
“Sebagai negara hukum, mestinya cukup menghargai karya bangsa Indonesia, KUHP sudah disahkan. Harus berpikir positif, semua kekurangan yang ada diperbaiki sesuai mekanisme yang sudah ditentukan. Semua lembaga negara yang berwenang juga harus objektif agar memberi kepercayaan kepada masyarakat sebagaimana mestinya,” ujar Dedeng. [Antara]